SD Islam Darul Huda Semarang
SHARE :

ETIKA GURU DAN MURID

27
09/2021
Kategori : Berita / islam / Tips
Komentar : 0 komentar
Author : Admin


ETIKA GURU DAN MURID

Dalam kesempatan kali ini kita akan membahas tentang Etika Guru dan Murid, sebagaimana telah kita ketahui bahwa etika merupakan aturan, norma, kaidah, ataupun tata cara yang biasa digunakan sebagai pedoman atau asas suatu individu dalam melakukan perbuatan dan tingkah laku. Di dalam kitab Ihya’ ‘Ulȗmȋddin karya Hujjah al-Islam Imam Al-Ghazali dijelaskan. Etika dan tugas murid sangat banyak, tetapi dapat diringkas ke dalam tujuh poin berikut ini:

1. Mengutamakan kesucian jiwa dari kotoran-kotoran akhlak.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw., “ Agama didirikan dengan asas kebersihan.” Kebersihan dalam hal ini , bukan hanya mencakup kebersihan pakaian, melainkan kebersihan hati, selama batin (hati) tidak dibersihkan dari kotoran-kotoran maka ia tidak akan menerima ilmu yang bermanfaat dalam agama dan tidak akan diterangi dengan cahaya ilmu.

2. Membatasi hubungan dan merantau dari tanah air agar dapat menyediakan hati untuk menerima ilmu.

Allah tidak meletakkan dua hati di dalam tubuh seorang manusia, karena itu, dikatakan ”Ilmu tidak akan memberikan sebagian darinya kepadamu sampai kamu memberikan seluruh dirimu kepadanya.”

3. Tidak menyombongkan diri kepada Ilmu.

Seorang murid tidak boleh mengatur guru. Bahkan, dia harus menyerahkan segala keputusan kepada sang guru, seperti orang sakit parah yang menyerahkan segala keputusannya kepada dokter tanpa mengintervensinya dalam mendatangkan jenis obat tertentu. Mencari muka bukanlah salah satu sifat seorang mukmin, kecuali dalam hal menuntut ilmu. Dikatakan, “ Ilmu memusuhi orang yang sombong, sebagaimana arus air memusuhi tempat yang tinggi. “

4. Tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan manusia karena hal itu akan menimbulkan keheranan dan kebingungan.

Pada permulaan, hati seorang murid akan cenderung kepada segala sesuatu yang diterimanya, khususnya kepada metode-metode ta’thil (penafian sifat-sifat Allah) yang selaras dengan kemalasan dan pengangguran. Karena itu para pemula tidak boleh mengikuti perbuatan orang-orang yang telah mencapai tingkat akhir. “ Barang siapa yang melihat kami pada permulaan maka dia akan menjadi seorang Shiddiq (jujur). Dan barang siapa yang melihat kami pada penghabisan maka dia akan menjadi orang Zindik”.

5. Tidak meninggalkan satu cabang di antara cabang-cabang ilmu yang terpuji, kecuali apabila seorang murid menyelam ke dalam ilmu tersebut hingga mendapatkan apa yang dia cari.

Apabila usianya mendukung untuk melakukan pencarian itu, dia dapat menyempurnakan ilmu tersebut. Tetapi, apabila tidak, maka dia dapat memilih hal yang paling penting. Pemilihan yang paling penting itu hanya mungkin dilakukan setelah dia melihat semuanya,

6. Mengarahkan perhatian kepada ilmu yang paling penting, yaitu ilmu akhirat.

Adapun ilmu akhirat yang dimaksud adalah muamalah dan mukasyafah. Muamalah dan mukasyafah merupakan makrifatullah (mengenal Allah swt). Ini adalah cahaya yang dimasukkan oleh Allah swt. Ke dalam hati seseorang yang telah suci, yaitu melalui ibadah dan jihad.

7. Hendaklah tujuan seorang murid dalam mengkondisikan dirinya dengan kondisi batin adalah apa yang dapat menyampaikannya kepada Allah SWT. Dan ke tempat orang-orang yang didekatkan (muqarrabin) di dalam arwah.

Maksudnya adalah seorang murid tidak boleh memiliki maksud untuk mendapatkan kekuasaan, harta, dan kedudukan dari semua itu.

 

Demikianlah penjelasan Etika Guru dan Murid dalam perspektif Hujjah Al-Islam Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Semoga kita bisa mengamalkan tujuh poin dalam ber-Etika dalam bidang Ilmu Tasawwuf atau Ilmu yang berkaitan dengan Akhlak keseharian kita sebagai hamba Allah yang beriman.

 

Oleh : Lutfil Chakim, S. Ag.

Berita Lainnya



Tinggalkan Komentar